
FAJARTIMURNEWS.com Lembaga Investigasi Negara (LIN) menyampaikan Mosi Tidak Percaya terhadap tata kelola dan transparansi penganggaran kegiatan HUT ke-22 Kabupaten Bombana Tahun 2025, menyusul beredarnya dokumen rencana anggaran dengan total nilai Rp 1.076.400.000 yang memuat sejumlah pos belanja bernilai besar namun minim spesifikasi, sulit diuji kewajarannya, dan berpotensi kuat terjadi penggelembungan (mark-up).
Pernyataan ini disampaikan oleh Pablo Sultra.
“Saya tegaskan: angka sebesar itu tidak masuk akal di tengah seruan efisiensi anggaran dan kondisi keuangan daerah yang tidak stabil. Pola pos belanja yang kabur, bernilai besar, dan tidak rinci adalah indikator klasik penyimpangan. Karena itu, kami menilai ini patut diduga kuat mengarah pada korupsi, dan bukan sekadar salah hitung, apalagi kalau dokumen pendukungnya tidak bisa dibuka,” tegas Pablo Sultra.
LIN menilai dugaan penyimpangan bukan asumsi liar, melainkan didorong oleh indikator risiko yang konkret, seperti:
1. Pos bernilai besar dengan istilah “paket/set” tanpa spesifikasi teknis, durasi, output, dan rincian komponen biaya membuka ruang angka dibuat “sesuka hati”.
2. Ketiadaan dasar kewajaran harga yang bisa diuji publik: tidak terlihat pembanding penawaran, rincian satuan, ataupun pemisahan biaya mobilisasi/logistik dari biaya sewa/jasa.
3. Potensi pengondisian penyedia apabila proses pemilihan vendor tidak transparan termasuk risiko “vendor titipan”, rekayasa administrasi, atau pengaturan pemenang.
4. Risiko pembayaran tanpa output bila tidak ada berita acara pekerjaan/serah terima, dokumentasi pelaksanaan, daftar personel, call sheet, serta invoice sah.
5. Potensi double-claim: satu kebutuhan dibayar beberapa kali lewat pos berbeda (misalnya riders/logistik/akomodasi “sudah termasuk” tapi muncul lagi sebagai biaya lain di dokumen terpisah).
“Dalam bahasa sederhana: kalau posnya kabur dan nilainya besar, itu bukan cuma boros itu pintu depan korupsi,” tambah Pablo Sultra.
Konteks Efisiensi dan Stabilitas Keuangan Daerah
LIN menegaskan, pada kondisi keuangan daerah yang ketat, belanja seremonial harus memenuhi prinsip hemat, terukur, dan dapat diaudit, agar tidak mengorbankan layanan publik dan belanja prioritas.
“Masyarakat diminta sabar soal kebutuhan dasar, tapi anggaran seremonial dibiarkan longgar. Ini tidak adil dan merusak kepercayaan publik,” ujar Pablo Sultra.Sabtu (30/12/25)
Tuntutan LIN dan Batas Waktu Klarifikasi
LIN meminta langkah tegas berikut:
1. Buka seluruh dokumen pendukung: RAB rinci, spesifikasi teknis, kontrak/SPK, dokumen pemilihan penyedia, daftar penawaran, invoice, bukti transfer, dan berita acara serah terima.
2. Audit internal Inspektorat atas perencanaan, pengadaan, dan pembayaran.
3. Pemeriksaan BPK/BPKP bila terdapat selisih kewajaran atau bukti administrasi tidak lengkap.
4. Klarifikasi awal APH bila ditemukan indikasi pengondisian, rekayasa dokumen, mark-up, pemecahan paket, atau pembayaran fiktif.
“Jika klarifikasi dan dokumen tidak dibuka secara layak, kami anggap dugaan ini makin kuat. Kami siap menempuh langkah pelaporan resmi sesuai mekanisme yang berlaku,” tegas Pablo Sultra.
Rilis ini adalah bentuk kontrol sosial atas penggunaan anggaran publik dan disampaikan sebagai dugaan berbasis indikator, bukan vonis. Namun LIN menuntut audit terbuka agar publik mendapatkan kepastian.
๐ฃ๐ฒ๐ป๐๐น๐ถ๐: ๐๐ป๐ฑ๐ถ ๐ฆ๐๐ฎ๐บ
๐ฆ๐๐บ๐ฏ๐ฒ๐ฟ :๐ง๐ถ๐บ ๐๐๐ก ๐ฆ๐๐น๐๐ฟ๐ฎ

