Notification

×

Iklan

Iklan

Pohon Sukun Produktif Ditebang, Kasus Dibilang Ringan: PUKAT Soroti Penanganan Polsek Biringbulu

Jumat, 01 Agustus 2025 | 19:07 WIB Last Updated 2025-08-01T12:12:18Z


FAJARTIMURNEWS.com Gowa — Kasus dugaan perusakan pohon sukun milik seorang warga di Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, hingga kini belum menemukan kejelasan hukum, meskipun telah dilaporkan sejak Desember 2024.

 Mirisnya, pihak kepolisian setempat justru menyebut perkara ini hanya tergolong tindak pidana ringan (tipiring), padahal indikasi pelanggaran hukumnya dinilai serius dan berpotensi merugikan korban secara ekonomi dan hukum.

Laporan polisi dengan nomor LPB/38/XII/2024/SPKT, tertanggal 12 Desember 2024, diajukan oleh Nurhayati Dg Kamma di Polsek Biringbulu. Ia melaporkan seseorang berinisial SDS (Saraddin Dg Sila) yang diduga telah menebang pohon sukun miliknya secara sepihak pada 6 Desember 2024, sekitar pukul 15.00 WITA di Dusun Baturappe.

Menurut keterangan Nurhayati, pohon sukun tersebut merupakan tanaman produktif yang selama ini menjadi sumber penghasilan keluarga, karena biasa dipanen dua tahun sekali.

“Buah sukun itu tiap dua tahun dipanen. Bahkan terakhir sudah siap panen dan biasanya dibeli pedagang seharga Rp 1,5 juta. Tapi setelah pohonnya ditebang, tidak ada lagi hasil,” ujar Nurhayati, Kamis (1/8/2025).

Namun proses hukum berjalan lambat dan justru menyimpang dari substansi laporan. Dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) terakhir, kasus ini diklasifikasikan sebagai pencurian, bukan perusakan, dan kemudian diproses sebagai tipiring, sehingga tidak berlanjut ke tahap penyidikan secara serius.

Kondisi ini memicu reaksi dari kalangan pemerhati hukum. Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Sulawesi Selatan, Farid Mamma, S.H., M.H., menilai penanganan kasus ini menunjukkan adanya potensi maladministrasi dan pengaburan fakta hukum.

“Ini bukan soal kerugian nominal semata, tapi soal hak milik. Menebang pohon produktif tanpa izin pemiliknya adalah bentuk perusakan dan pelanggaran hukum yang serius,” tegas Farid.

Secara yuridis, tindakan tersebut seharusnya bisa dijerat dengan pasal-pasal berikut:
- Pasal 406 KUHP (Perusakan Barang),
- ⁠Pasal 55 UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (Perusakan tanaman produktif),
- ⁠Pasal 1365 KUHPerdata (Perbuatan Melawan Hukum dan Ganti Rugi).

PUKAT Sulsel juga mencurigai adanya kesengajaan dalam merendahkan klasifikasi perkara guna melemahkan proses penegakan hukum.

“Kami melihat potensi maladministrasi dan ketidakadilan. Kami akan ajukan permintaan gelar perkara ulang di Polres Gowa, dan bila perlu akan membawa kasus ini ke Ombudsman atau Propam Polri,” tambah Farid.

Saat dikonfirmasi, Kanit Reskrim Polsek Biringbulu AIPTU Syamsuddin berdalih bahwa kasus tersebut merupakan tipiring, sesuai laporan yang mereka terima dan proses awal yang telah dilakukan.

Namun, menurut Farid, sikap ini bertolak belakang dengan fakta lapangan, bahwa pohon yang ditebang adalah milik pribadi dan bernilai ekonomis secara berulang karena tergolong tanaman produktif.

Kini, Nurhayati hanya berharap keadilan bisa ditegakkan dan kasusnya tak lagi dipandang sebelah mata.

“Saya tidak butuh belas kasihan, saya hanya ingin hukum berpihak kepada yang benar,” tutup Nurhayati. (Pukat/tim)
×
Berita Terbaru Update