FAJARTIMURNEWS.com Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel, Farid Mamma, menyoroti keras vonis ringan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar terhadap Mira Hayati, terdakwa kasus peredaran skincare bermerkuri.
Menurut Farid, putusan 10 bulan penjara dan denda Rp1 miliar itu jauh dari rasa keadilan publik.
“Putusan ini mencerminkan lemahnya keberpihakan peradilan terhadap perlindungan konsumen. Dengan hanya dijatuhi hukuman 10 bulan, tidak ada efek jera bagi pelaku usaha ilegal yang mempertaruhkan kesehatan publik demi keuntungan pribadi,” ujar Farid dalam keterangannya, Senin (7/7/2025).
Farid menegaskan bahwa Undang-Undang Kesehatan sudah mengatur sanksi tegas bagi pelaku kejahatan farmasi, dengan ancaman pidana hingga 15 tahun penjara.
Maka, vonis 10 bulan justru menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan pengawasan produk berbahaya di Indonesia.
“Peradilan seharusnya tidak hanya bicara soal pembuktian formal di persidangan, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial yang luas.
Ini menyangkut keselamatan masyarakat dan integritas pasar produk kesehatan,” tegasnya lagi.
Farid menilai, hukuman ringan seperti ini menjadi bukti bahwa perlindungan masyarakat belum sepenuhnya menjadi prioritas dalam sistem hukum saat ini.
Sebelumnya, Majelis Hakim PN Makassar menjatuhkan vonis 10 bulan penjara dan denda Rp1 miliar subsidair dua bulan kurungan kepada Mira Hayati yang terbukti bersalah mengedarkan skincare mengandung merkuri.
Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Arif Wicaksono.
Vonis tersebut jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut Mira dengan pidana enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan kurungan.
Ketua Tim JPU, Parawansa, menyatakan keberatan keras atas putusan hakim. “Kami langsung nyatakan banding di persidangan karena putusan hakim jauh dari tuntutan,” ujarnya.
Kasus ini menyedot perhatian publik karena menyangkut praktik produksi dan peredaran produk ilegal yang membahayakan kesehatan masyarakat secara luas.
Vonis yang dinilai terlalu ringan dianggap berpotensi melemahkan upaya penindakan terhadap pelaku usaha nakal di sektor kesehatan.
TIM