FAJARTIMURNEWS.com Gelombang penolakan terhadap rencana aktivitas tambang pasir kuarsa di Kecamatan Poleang Selatan, Kabupaten Bombana, terus menguat. Warga menegaskan sikap menolak beroperasinya dua perusahaan tambang, yakni PT Kasmar Poleang Raya (KPR) dan PT Bumi Silika Bombana (BSB), karena dianggap mengancam kelestarian lingkungan, sejarah, serta mata pencaharian masyarakat setempat.
Sejak lama, kawasan Padang Pajjongang dan Bukit Teletubbies Poleang Selatan dikenal sebagai bentang alam indah yang menjadi kebanggaan masyarakat Bombana. Bagi warga, kawasan ini bukan hanya sumber udara segar dan keindahan alam, tetapi juga memiliki nilai historis tinggi menjadi salah satu lokasi penting dalam perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia.
“Padang Pajjongang menyimpan jejak sejarah perjuangan bangsa. Di sana masih ada peninggalan masa penjajahan. Kehadiran tambang akan merusak situs-situs bersejarah itu,” ungkap Muhammad Risdal tokoh pemuda Desa Laea
Sebagai warga asli Laea, ia menyatakan bahwa aktivitas tambang akan mengubah wajah Poleang Selatan yang selama ini dikenal hijau, damai, dan bebas polusi. “Kami lahir dan besar di sini, menikmati udara segar dan keindahan alam. Jika tambang beroperasi, semuanya bisa hilang,” katanya.
Kekhawatiran masyarakat tak hanya soal keindahan alam, tetapi juga dampak ekologis. Warga menilai aktivitas tambang berpotensi menebang pepohonan yang selama ini menjadi penahan air dan mencegah banjir. “Kalau hutan gundul, air hujan tak lagi terserap, dan banjir akan mudah datang,” tutur Daddy, seorang petani lokal.
Ia menambahkan, para petani nilam dan kelapa khawatir hasil panen menurun akibat lahan sering tergenang air setelah ada aktivitas pertambangan.
Selain petani, para peternak dan nelayan juga menyuarakan keresahan. Jalan hauling yang direncanakan melintasi Padang Pajjongang menuju lokasi pembangunan jetty di Desa Laea dinilai berpotensi membahayakan ternak yang selama ini dilepas di padang rumput. Debu dari kendaraan tambang dikhawatirkan akan mencemari udara dan mengganggu kesehatan masyarakat.
Sementara di wilayah pesisir, nelayan dan petani rumput laut khawatir kehilangan sumber penghidupan akibat aktivitas kapal tambang di sekitar perairan. “Kalau jetty dibangun, aktivitas kami pasti terganggu. Belum lagi kemungkinan pembatasan area melaut,” kata seorang nelayan Poleang Selatan.
Keresahan juga meluas hingga Kecamatan Poleang Timur, terutama di kalangan petani sawah. Mereka menilai tambang pasir kuarsa dapat mengubah aliran air, memengaruhi kualitas dan kuantitas air irigasi, serta berpotensi menyebabkan banjir dan penurunan hasil panen gabah.
Masyarakat menegaskan bahwa penolakan ini bukan sekadar emosi, melainkan berdasar pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Kalau tambang hanya membawa kerusakan dan ancaman bagi mata pencaharian, itu bukan kemakmuran rakyat, tapi penderitaan,” ujar perwakilan warga dalam pernyataannya.
Warga Poleang Selatan meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Dinas ESDM agar mencabut izin usaha pertambangan (IUP) kedua perusahaan tersebut. Mereka juga mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meninjau ulang izin wilayah tambang pasir kuarsa yang diberikan, sesuai dengan:
• Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara; dan
• Keputusan Menteri ESDM RI No. 110.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pedoman Permohonan, Evaluasi, dan Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Masyarakat menegaskan, pembangunan ekonomi seharusnya tidak mengorbankan lingkungan dan sejarah daerah. Mereka berharap pemerintah mendengar suara rakyat dan mencari solusi alternatif yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan berpihak pada masyarakat lokal.
Warga percaya bahwa Poleang Selatan memiliki potensi wisata alam dan sejarah yang dapat dikembangkan tanpa merusak lingkungan. “Anak cucu kami harus tahu bahwa Poleang Selatan pernah seindah ini. Jangan biarkan semua menjadi cerita tanpa bukti,” ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada haru.
Dengan semangat kebersamaan, masyarakat Poleang Selatan berkomitmen menjaga tanah kelahiran mereka dari ancaman eksploitasi berlebihan. Bagi mereka, penolakan tambang bukanlah bentuk perlawanan, melainkan upaya menjaga kehidupan dan warisan bumi Poleang Selatan untuk generasi masa depan.
๐ฅ๐ฒ๐ฝ๐ผ๐ฟ๐๐ฒ๐ฟ: Andi Syam
๐ฆ๐๐บ๐ฏ๐ฒ๐ฟ: Muhammad Risdal
๐๐ผ๐ธ๐๐บ๐ฒ๐ป๐๐ฎ๐๐ถ: Padang Pajjongang Poleang Selatan




