
FAJARTIMURNEWS.com Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Biru, Sugito, menyuarakan kekesalannya yang mendalam terhadap kebijakan Bulog Bombana yang tiba-tiba menghentikan penyerapan gabah dari para petani lokal. Kondisi ini semakin diperparah oleh lambatnya proses pembayaran gabah yang sudah diserahkan, sehingga menciptakan tekanan berat bagi para petani yang selama ini menggantungkan hidup dari hasil panen mereka.
Sugito secara tegas menilai bahwa penghentian serapan gabah oleh Bulog tidak hanya merugikan petani secara ekonomi, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan petani terhadap sistem pengelolaan pangan nasional. “Kami petani di desa ini sudah bekerja keras membangun panen yang produktif, tapi kini hasil jerih payah kami tidak lagi dihargai,” keluh Sugito di sela pertemuan dengan beberapa anggota mitra Bulog.Rabu (10/9/25).
Lebih memprihatinkan, Sugito mengungkapkan bahwa pemerintah daerah terkesan menutup mata atas kondisi ini. Padahal, pemerintah seharusnya hadir sebagai pelindung sekaligus fasilitator bagi petani agar mereka mendapatkan kepastian pasar dan pembayaran tepat waktu. “Jika pemerintah tidak segera turun tangan, bukan tidak mungkin keadaan ini akan semakin parah dan memicu konflik sosial,” tegasnya.
Sementara itu, lambatnya pembayaran gabah yang sudah diserahkan ke Bulog Bombana menambah beban keuangan para petani. Banyak dari mereka yang mengandalkan hasil pembayaran tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan modal usaha tani berikutnya. “Kami berharap Bulog dan pemerintah dapat memperbaiki sistem pembayaran agar petani tidak terlantar,” harap Sugito.
Mendengar keluhan ini, sebagian mitra Bulog Bombana telah berencana mengadakan aksi protes sebagai bentuk tekanan agar keluhan masyarakat petani segera ditanggapi dengan serius. Mereka menuntut transparansi dalam proses pembelian gabah dan jaminan kelangsungan penyerapan hasil panen.
Penyerapan gabah oleh Bulog bukan sekadar urusan bisnis, melainkan bagian penting dari sistem ketahanan pangan nasional. Bulog berperan sebagai lembaga pengelola stok pangan strategis yang mendukung stabilitas harga dan menjaga ketersediaan pangan bagi masyarakat luas. Ketika Bulog berhenti membeli gabah dari petani, bukan hanya kesejahteraan petani yang terancam, tapi juga rantai pasok pangan nasional bisa terganggu.
Selain itu, pembayaran tepat waktu menjadi faktor krusial dalam menjaga keberlangsungan usaha tani. Ketika petani terlambat menerima pembayaran, mereka akan kesulitan memenuhi kebutuhan produksi dan kehidupan sehari-hari, yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas dan semangat bertani.
Dalam konteks ini, pemerintah daerah dan Bulog memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan mekanisme penyerapan dan pembayaran berjalan lancar. Pemerintah perlu mengawasi agar Bulog tidak semena-mena menghentikan penyerapan gabah tanpa koordinasi dan solusi yang memihak petani. Sementara Bulog harus memperbaiki sistem internal agar tidak terjadi keterlambatan pembayaran yang merugikan petani.
Koordinasi yang baik antara pemerintah, Bulog, dan kelompok tani akan menciptakan ekosistem pertanian yang sehat dan berkelanjutan, sehingga petani tetap produktif dan ketahanan pangan nasional tetap terjaga.
Sugito dan petani Desa Biru berharap agar suara mereka didengar dan ditindaklanjuti oleh semua pihak terkait. Mereka menginginkan dialog terbuka yang membahas solusi konkret, seperti pengaturan kembali mekanisme serapan gabah, transparansi pembayaran, dan jaminan kepastian pasar bagi petani.
“Petani butuh kepastian. Kami bukan hanya ingin didengar, tapi juga ingin dilibatkan dalam keputusan yang menyangkut masa depan pertanian kami,” pungkas Sugito.
Jika keluhan ini terus diabaikan, bukan tidak mungkin akan muncul gelombang aksi massa yang lebih besar sebagai bentuk kekecewaan petani terhadap sistem yang ada. Sebuah peringatan bagi pemerintah dan Bulog bahwa kelangsungan hidup petani adalah fondasi utama bagi kedaulatan pangan bangsa.
Penulis: Andi Syam
Fajartimur News.com