Notification

×

Iklan

Iklan

SPKT Polda Sulsel Tolak Laporan Dugaan Persekongkolan Sipil dan Aparat, Kuasa Hukum Hadi Soetrisno: Penolakan Itu Cacat Prosedur

Selasa, 29 Juli 2025 | 22:32 WIB Last Updated 2025-07-29T16:20:19Z


FAJARTIMURNEWS.com Makassar – Upaya pelaporan oleh kuasa hukum Andi Asri terkait dugaan persekongkolan warga sipil dengan oknum aparat Polrestabes Makassar dan Polres Majene mendapat penolakan dari Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sulawesi Selatan.

Laporan tersebut sebelumnya hendak didaftarkan secara resmi oleh salah satu kuasa hukum, Hadi Soetrisno, S.H., namun ditolak oleh petugas SPKT dengan alasan lokus kejadian berada di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat (Majene).

“Kami bukan hanya mengadukan, tapi ingin melaporkan secara resmi dugaan keterlibatan warga sipil dan oknum aparat dalam penangkapan yang tidak sah terhadap klien kami, Andi Asri. 

Tapi SPKT Polda Sulsel menolak menerima laporan kami dengan alasan bukan wilayah hukum mereka,” ujar Hadi Soetrisno, S.H., kepada wartawan, Selasa (29/07/2025).

Menurut Hadi, penolakan tersebut tidak berdasar dan bertentangan dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. Ia menegaskan bahwa:
- Pasal 108 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa setiap orang yang mengalami, melihat, atau mengetahui tindak pidana berhak melapor ke penyidik atau penyelidik.
- Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana menyatakan bahwa setiap laporan atau pengaduan wajib diterima dan dicatat oleh SPKT.
- Jika memang locus delicti berada di luar wilayah, SPKT tetap harus menerima laporan dan meneruskan ke Polda atau Polres yang berwenang.

“SPKT tidak memiliki kewenangan hukum untuk menolak laporan yang sah secara administrasi. Tugas mereka adalah menerima dan meneruskan, bukan menolak begitu saja. Ini cacat prosedur,” tegas Hadi Soetrisno.

SPKT Diduga Langgar Prinsip Pelayanan Publik
Lebih lanjut, Hadi menambahkan bahwa penolakan tersebut juga melanggar prinsip pelayanan publik sebagaimana tertuang dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mewajibkan lembaga negara termasuk Polri untuk memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif, transparan, dan akuntabel.

Hadi juga menyoroti potensi maladministrasi dalam pelayanan yang diterima pihaknya di SPKT Polda Sulsel.
“Jika warga atau kuasa hukum saja ditolak begini, bagaimana masyarakat awam bisa percaya dan merasa terlindungi oleh sistem hukum kita?” katanya.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut dugaan persekongkolan antara oknum aparat dan warga sipil dalam penangkapan seseorang yang belum sah sebagai tersangka.

“Kalau praktik seperti ini dibiarkan, siapa pun bisa dikriminalisasi tanpa proses hukum yang sah. Bisa saja tetangga, saudara, bahkan orang tua kita jadi korban. 
Ini bukan sekadar laporan biasa, tapi bentuk perlawanan terhadap pelanggaran hak-hak hukum warga negara,” tegas Hadi.

Pihak kuasa hukum berencana menyampaikan keberatan resmi ke Kapolda Sulsel, dan meneruskan laporan ke Polda Sulawesi Barat sesuai arahan awal. 

Selain itu, mereka akan mengajukan pengaduan ke Propam Polri, Komnas HAM, dan Ombudsman RI, jika diperlukan.

“Ini bukan semata soal lokasi kejadian. Ini soal prinsip dasar hukum dan perlindungan terhadap warga negara dari praktik-praktik represif yang tidak sah. Kami akan terus memperjuangkan keadilan, bukan hanya untuk klien kami, tapi untuk semua rakyat Indonesia yang rentan diperlakukan semena-mena,” tutup Hadi Soetrisno.

Sebelumnya, Kuasa Hukum Hadi Soetrisno sempat berdebat dengan petugas SPKT saat memasukkan surat laporan atas dugaan persekongkolan hukum yang dilakukan oknum pengacara, warga sipil dan oknum aparat Polresta Majene dan Polrestabes Makassar ( Tim Pukat ) 
×
Berita Terbaru Update